
Palangka Raya – Kepala Laboratorium Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Muhammadiyah Palangkaraya (UMPR), Desy Selawaty, M.A.P., memberikan pandangan akademis terkait isu demonstrasi yang marak terjadi di Indonesia belakangan ini.
Menurutnya, demonstrasi merupakan bagian dari partisipasi politik masyarakat yang dijamin oleh konstitusi dalam kehidupan demokrasi.
“Fenomena demo saat ini perlu dilihat secara lebih komprehensif, tidak hanya sebatas ekspresi penolakan atau ketidakpuasan terhadap kebijakan tertentu, melainkan juga sebagai refleksi dari dinamika komunikasi antara masyarakat dan pemerintah,” ujarnya di Palangka Raya, Kamis.
Dia menambahkan, demonstrasi seharusnya dipandang sebagai ruang partisipasi publik yang masih hidup. Namun, efektivitasnya ditentukan oleh dua hal penting.
“Pertama, kemampuan massa untuk menyampaikan aspirasi secara tertib, terorganisir, dan substantif. Kedua, kesediaan pemerintah untuk membuka kanal komunikasi yang sehat serta menghindari pendekatan represif,” jelasnya.
Dari sudut pandang kebijakan publik, lanjut Desy, demonstrasi sering kali muncul akibat kurangnya proses deliberasi dan konsultasi sejak awal perumusan kebijakan.
“Oleh karena itu, ke depan perlu diperkuat mekanisme policy dialogue yang melibatkan akademisi, masyarakat sipil, dan pemangku kepentingan lainnya,” katanya.
Dia menegaskan bahwa demonstrasi tidak sekadar menjadi ruang ekspresi ketidaksetujuan, tetapi juga dapat bertransformasi menjadi momentum perbaikan kebijakan publik.
“Demo menunjukkan ada ruang untuk mendengarkan, ada aspirasi yang ingin ditindaklanjuti. Jika masyarakat, pemerintah, dan pihak lain termasuk akademisi duduk bersama dalam dialog, maka demo tidak hanya berhenti sebagai protes, tetapi juga bisa menghasilkan solusi yang lebih baik,” pungkasnya. (af)